Pages - Menu

Ratusan Demonstran Protes Deportasi Ulama dari Australia


REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY--Ratusan demonstran telah meninggalkan kota Sydney untuk melakukan demonstrasi di ibukota Australia, Canberra, atas rencana pendeportasian tokoh Muslim, Syekh Mansour Leghaei. Belasan bis dan mobil yang dipenuhi para demonstran meninggalkan beberapa titik pertemuan di enam wilayah Sydney pagi ini untuk bersama-sama menuju Parlemen Canberra.

Di antara demonstran, ada beberapa pendeta kristen yang ikut terlibat, yang mengatakan geram atas penolakan pemberian visa permanen bagi Syekh Mansour Leghaei yang telah tinggal di Sydney selama 16 tahun.
"Menteri imigrasi Australia harus mengungkapkan secara terbuka alasan badan intelijen Australia menilai Syekh Mansour Leghaei sebagai ancaman bagi Australia," ujar Pendeta Dave Smith dari koalisi 'Save the Sheik'.

Apalagi, istri dan anak syekh Mansour telah diberi visa. Syekh Mansour diperkirakan akan meninggalkan Australia pada akhir Juni.
Menurut Smith, ia membela tokoh Muslim itu karena dia tahu sepak terjang Syekh Mansour. ''Tadinya, saya tak peduli seperti warga Australia yang lain. Saya tergelitik untuk mengawasinya kemudian. Saya pikir, 'Apa yang akan mereka lakukan - membuat bom?" ia mengisahkan. Namun jawaban pengamatannya membuktikan, sang Syekh tak lain hanyalah menyebarkan kebajikan.

Dr Leghaei, dari Imam Husain Islamic Centre di Earlwood, dan Pastor Dave, seorang mantan petinju dan imam Gereja Holy Trinity Dulwich Hill berteman dekat sejak itu. Mereka bekerja sama untuk membantu remaja korban narkoba dan kekerasan, dan memupuk keharmonisan rasial setelah kerusuhan Cronulla.

Sejak Maret Pastor Dave sudah menggalang dukungan di kalangan gereja dan tokoh masyarakat yang berkumpul untuk memprotes pendeportasian Dr Leghaei.

Pada tahun 1995, tahun setelah ia pindah ke Australia, Dr Leghaei sempat melakukan perjalanan ke Iran dan terbang kembali ke Sydney setelah melakukan riset yang dibutuhkan untuk mata kuliah yang diajarkannya di Australia. Di antara dokumen-dokumen adalah buku latihan yang berisi catatan tulisan tangan pada konsep jihad.

''Delapan tahun kemudian, saat berperang di Pengadilan Federal, saya mengetahui bahwa intelijen telah mengambil buku kecil dari barang-barang saya di bandara, difotokopi dan memasangnya kembali tanpa sepengetahuan saya,''kata Dr Leghaei.

Setelah itu, ia beberapa kali dipanggil Dinas Intelijen. Terakhir, tahun 1999. Tidak lama sebelum wawancara ini, seseorang telah menulis surat kepada otoritas menyebut dirinya berniat mendirikan pangkalan militer di Australia dan berniat menggulingkan pemerintahan di negeri itu. Ia juga disebut-sebut sebagai anti-Salman Rushdie dan berniat membunuhnya.

SUMBER:

No comments:

Post a Comment